Rabu, 25 Februari 2015

Kerajaan Banjar



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kalimantan merupakan pulau terbesar ke tiga di dunia. Pulau ini menjadi “jantung”nya Nusantara. Luasnya mencapai 940.000 kilometer persegi, 736.000 kilometer persegi milik Republik Indonesia. Hasil rimbanya sangat besar, diantaranya menghasilkan kayu yang paling bermutu, rotan, damar, dan sebagainya. Tanahnya yang beriklim sangat lembab, karena curahan hujan yang banyak itu mengandung batubara, minyak tanah, besi, intan, emas dan platina. Banyak terdapat sungai-sungai yang besar yang menjadi sumber kemakmuran dan kemajuan ekonomi, diantaranya Sungai Kapuas, Barito dan Mahakam.
Pulau ini mempunyai banyak sejarah yang menakjubkan. Di dalamnya terdapat banyak kerajaan yang silih berganti dari masa ke masa. Dari kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha hingga bercorak Islam. Dalam makalah ini akan dibahas kerajaan yang bercorak Islam di Kalimantan, yakni Kerajaan Banjar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal-usul berdirinya Kerajaan Banjar di Kalimantan?
2.      Siapa sajakah sultan-sultan yang pernah memimpin Kerajaan Banjar?
3.      Bagaimana sistem politik, ekonomi, dan budaya Kerajaan Banjar?
4.      Bagaimana pengislamisasian pada Kerajaan Banjar?
5.      Bagaimana kemunduran dari Kerajaan Banjar?











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asal-usul Kerajaan Banjar
Islam datang ke Kalimantan pada abad ke 15. Suatu ketika, Raden Paku atau Sunan Giri berlayar ke pulau Kalimantan dan mendarat di pelabuhan Banjar. Kedatangannya sebagai muballigh sambil membawa barang dagangannya dengan tiga buah kapal. Kedatangan Sunan Giri ke Kalimantan diperkirakan pada tahun 1470 M. [1]
Pada akhir abad ke 15, orang-orang Islam dari Jawa telah banyak menetap di Kalimantan. Berita-berita tentang agama Islam semakin tersiar dikalangan penduduk, baik melalui pendatang (pedagang dan muballigh) maupun orang-orang Kalimantan sendiri yang pernah menyinggahi Jawa, terutama Jawa Timur. Itu sebabnya maka kisah-kisah tentang Wali Songo menjadi buah bibir penduduk Kalimantan. Pelan tapi pasti Agama Islam telah dikenal oleh seluruh penduduk.[2]
Pada masa itu, kalimantan Selatan masih dibawah Kerajaan Daha, yang pada saat itu dipimpim oleh Pangeran Sukarama. Ia mempunyai tiga orang anak; Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung dan Putri Galuh. Peristiwa kelahiran Kerajaan Banjar bermula dari konflik yang ada di dalam Istana Daha. Konflik terjadi antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah Kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar, ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang menggantikannya nanti adalahcucunya Raden Samudera. Tentu saja keempat anaknya tidak setuju dengan sikap ayahnya itu, terlebih Pangeran Tumenggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan dipegang oleh anak tertua, yakni Pangeran Mangkubumi. Waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tak terlalu lama berkuasa, karena ia dibunuh oleh pengawalnya yang berhasil dihasut oleh Pangeran Tumenggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumenggung naik tahta.[3]
Pada saat itu, Pangeran Samudera menjadi musuh besar Pangeran Tumenggung. Oleh karena itu ia memilih meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di Pelabuhan Banjar. Namun, keberadaanya diketahui oleh Patih Masih yang menguasai Bandar. Karena tidak mau daerahnya (Patih Masih) terus menerus mengantar upeti ke Daha kepada Pangeran Tumenggung, maka Patih Masih mengangkatnya sebagai Raja.[4]
Dalam sejarah Daha, tersebutlah seorang perdana menteri yang cakap, bernama Patih Masih. Walau tak sebesar Patih Gajah Mada, ia mampu mengendalikan pemerintahan dengan teratur dan maju. Patih ini banyak bergaul dengan pendatang-pendatang di Pelabuhan Bandar. Disanalah ia bergaul dengan Muballigh Islam yang datang dari Tuban dan Gresik. Dari para Muballigh ini ia mendengar kisah tentang Wali Songo dalam mengemban Kerajaan Demak dan dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur. Bagi Patih Masih, kisah tersebut sangat fantastik, mengagumkan. Seiring berjalannya waktu, dari pergaulannya ini, ia akhirnya memeluk Islam.[5]
Atas bantuan Patih Masih, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan dan memulai menyerang Pangeran Tumenggung. Tetapi peperangan terus berlangsung secara seimbang. Patih mengusulkan untuk meminta bantuan Demak. Sultan Demak bersedia membantu Pangeran Samudera asal nanti masuk Islam. Lalu sultan Demak mengirimkan bantuan seribu orang tentaranya[6] (sumber lain mengatakan berjumlah 40.000 tentara, dengan jumlah 1.000 kapal, masing-masing kapal memuat 400 prajurit[7]). Atas bantuan itu, kemenangan ada di pihak Pangeran Samudera. Sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat keraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Setelah masuk Islam, ia diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Banjar.

B.     Sultan-sultan Kerajaan Bajar
Sultan-sultan yang pernah memimpin dalam kerajaan Banjar, ada sumber yang mengatakan bahwa sultan berjumlah sembilan belas, tetapi sumber lain mengatakan bahwa sultan yang memimpin berjumlah hingga dua puluh tiga hingga kini, mereka yaitu:
1.      (1520-1546) Sultan Suriansyah.
2.      (1546-1570) Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah.
3.      (1570-1595) Sultan Hidayatullah I bin Rahmatullah.
4.      (1595-1641) Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I.
5.      (1641-1646) Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah.
6.      (1646-1660) Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah.
7.      (1660-1663) Sultan Ri'ayatullah bin Sultan Mustain Billah.
8.      (1663-1679) Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah.
9.      (1663-1679) Sultan Agung/Pangeran Suria Nata (ke-2) bin Sultan Inayatullah.
10.  (1679-1700) Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Suria Angsa/Saidillah bin Sultan Saidullah.
11.  (1700-1717) Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning bin Sultan Amrullah/Tahlil-lullah.
12.  (1717-1730) Panembahan Kasuma Dilaga.
13.  (1730-1734) Sultan il-Hamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I.
14.  (1734-1759) Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahmidullah I.
15.  (1759-1761) Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-Hamidullah/Sultan Kuning.
16.  (1761-1801) Sunan Nata Alam (Pangeran Mangkubumi) bin Sultan Tamjidullah I.
17.  (1801-1825) Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah II.
18.  (1825-1857) Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah.
19.  (1857-1859) Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam.
20.  (1859-1862) Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam.
21.  (1862) Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah.
22.  (1862-1905) Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
23.  (2010) Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah.

Sultan-sultan yang masyhur

a.       Sultan Suriansyah
Nama lahirnya adalah Raden Samudera kemudian ketika diangkat menjadi raja di Banjarmasin oleh para patih (kepala kampung) di hilir sungai Barito, kemudian ia memakai gelar yang lebih tinggi yaitu Pangeran Samudera atau Pangeran Jaya Samudera. Ia lebih terkenal dengan gelar Sultan Suriansyah, dari kata surya (matahari) dan syah (raja) yang disesuaikan dengan gelar dari Raden Putra (Rahadyan Putra) yaitu Suryanata (nata = raja) seorang pendiri dinasti pada zaman kerajaan Hindu sebelumnya.
Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin I disebutkan dalam Hikayat Banjar. Hikayat Banjar menyebutkan :
“ Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.
b.      Sultan Mustain Billah
Jabatan sultan dipegang oleh Sultan Mustain Billah setelah ayahnya, Sultan Hidayatullah. Pada masa Sultan Mustain Billah mengalami masa kejayaan pada awal abad ke-17. Pada masa ini, lada menjadi komoditas perdagangan utama di Kesultanan Banjar.[8] Disamping itu terdapat konflik dari unsur luar. Yaitu ketika pedagang Banjar melakukan perdgangan di Pelabuhan Banten, pada tahun 1596. Ketika itu Belanda tidak mendapatkan lada, karena kesombongannya pedagang Banten tidak mau menjualkan ladanya kepada Belada. Maka Belanda menghadang pedagang Banjar untuk mendapatkan lada dari mereka. Belanda melakukan ekspedisi ke Banjarmasin, untuk mengetahui keadaan lada di sana.[9]
c.       Pangeran Antasari
Pangeran Antasari bergelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Ia sampai sekarang masih dikenang karena keberaniannya melawan penjajah kolonial Belanda. Namanya amat masyur dalam sejarah kepahlawanan Kalimantan. Ia disebut sebagai pangeran yang gagah berani dan tokoh yang berjuang membela tanah airnya. Semboyannya yang memperlihatkan watak ksatrianya yang terkenal yakni: “Haram menyarah, waja sampai kaputing”(Haram menyerah, tabah sampai akhir!).[10]

C.     Sistem Politik, Ekonomi, dan Budaya Kerajaan Banjar
Ø  Politik
Bentuk pemerintahan Banjar sejak berdirinya sudah dipengaruhi oleh Kerajaan Demak. Merupakan konsekuensi logis jikalau kerajaan A dapat memdirikan kerajaan dengan bantuan Kerajaan B, maka Kerajaan B turut mempengaruhi bentuk dan jalannya pemerintahan Kerajaan A.
Walaupun dalam bentuk pemerintahan dibangun menurut model Jawa, raja dalam kekuasaannya tidaklah semutlak (seabsolut) raja-raja jawa. Disamping keturunan, kekayaan juga faktor yang menentukan dalam kedudukan raja. Pada hakekatnya pemerintah bersifat aristokratis, yang dikuasai oleh para bangsawan, yang mana raja hanya sebagai simbol pemersatu belaka.
Sultan dalam Kerajaan Banjar merupakan penguasa tertinggi , yang mempunyai kekuasaan dalam masalah politik dan keagamaan. Dibawah sultan ada Putera Mahkota yang dikenal dengan sebutan Sultan Muta. Ia tidak mempunyai jabatan tertentu tetapi pembantu Sultan. Disamping Sultan, terdapat sebuah lembaga Dewan Mahkota yang terdiri dari kaum bangsawan dan Mangkubumi.
Mangkubumi adalah pembantu sultan yang mempunyai peranan besar dalam roda pemerintahan. Mangkubumi di dalam pemerintahan didampingi menteri Panganan, Menteri Pangiwa dan Menteri Bumi dan dibantu lagi oleh 40 orang menteri Sikap. Tiap-tiap menteri Sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.[11]
Dilingkungan Kraton terdapat banyak pegawai atau petugas.[12] Antara lain:
1.      Lima puluh orang Sarawisa di bawah pimpinan Sarabraja bertugas menjaga krato
2.      Lima puluh orang Mandung dibawah Raksayuda bertugas menjaga istana bangsal
3.      Empat puluh orang Menagarsari dibawah Sarayuda bertugas mengawal raja
4.      Empat puluh orang Singabana atau Parawila dibawah Singataka dan Singapati bertugas sebagai polisi
5.      Empat puluh orang Sarageni di bawah Saradipa bertugas menjaga alat senjata
6.      Empat puluh orang Tuha Buru di bawah Puspawana bertugas mengawal raja bila sedang berburu
7.      Lima puluh orang Pangadapan atau Pamarakan dibawah Rasawija melakukan ber aneka ragam tugas di istana.

Ø  Sosial-ekonomi
Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk segi tiga piramid. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, keluarga raja. Lapisan tengah diisi oleh para pemuka agama yang mengurusi masalah hukum keagamaan dalam kerajaan. Sementara golongan mayoritas diisi oleh para petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya.[13]
Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami kemajuan yang pesat pada abad-16 sampai abad-17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Kalimantan Selatan juga memiliki perairan yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Dalam perdagangan, lada merupakan komoditas ekspor terbesar dalam Kerajaan Banjar.
Dalam hal industri, Kerajaan Banjar juga menghasilkan besi dan logam. Industri logam dan besi ini terdapat di daerah Negara. Kemampuan dan keahlian mereka mencor logam seperti perunggu, yang dapat menghasilkan bermacam barang-barang  untuk di ekspor. Sejak abad ke-17 daerah Negara terkenal dengan pembuatan kapal dan peralatan senjata lainnya, seperti golok, kapak, cangkul dan lain-lain. Selain itu, keahlian membuat kendi sebagai bentuk kerajinan yang telah berkembang turun-temurun sebagai sambilan disamping bertani. Kemudian dikenal juga usaha-usaha pertukangan, seperti tukang gergaji papan dan balok, tukang sirap, dan lain sebagainya.

Ø  Budaya
 Orang-orang Banjar terdiri dari tiga golongan, yaitu kelompok Banjar Muara (Suku Ngaju), Kelompok Banjar Batang Banyu (Suku Maanyan), dan Kelompok Banjar Hulu (Suku Bukit). Dalam setiap kurun Sejarah, Kebudayaan Banjar mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan hingga coraknya berbeda dari zaman ke zaman. Ini merupakan manifestasi dari cara berpikir sekelompok manusia di daerah ini dalam suatu kurun waktu tertentu.
Dalam rentetan peristiwa sejarah, kita dapatkan bahwa masyarakat Banjar dimulai dari percampuran budaya melayu dengan budaya bukit dan maanyan sebagai inti, kemudian membentuk kerajaan Tanjung Pura dengan agama Buddha. Yang kedua, percampuran kebudayaan pertama dengan kebudayaan Jawa, yang mana budaya Maanyan, Bukit, dan Melayu menjadi inti, yang kemudian membentuk Kerajaan Negara Dipa dengan agama Buddha. Yang ketiga, adalah perpaduan dengan kebudayaan Jawa yang membentuk kerajaan Negara Daha dengan agama Hindu. Yang terakhir, lanjutan dari Kerajaan Daha dalam membentuk kerajaan Banjar Islam dan perpaduan suku Ngaju, Maanyan dan Bukit. Dari perpaduan yang terakhir inilah akhirnya melahirkan kebudayaan yang ada dalam Kerajaan Banjar.[14]

D.    Islamisasi pada Kerajaan Banjar
Sultan Suriansyah adalah raja pertama yang memeluk Islam dan menjadikannya agama resmi kerajaan. Tetapi, hukum Islam belum melembaga dalam pemerintahan. Karena pada saat itu belum ada ulama yang mendampinginya. Setelah Sultan Tahmidullah II berkuasa, barulah hukum Islam itu melembaga. Hal ini menimbulkan terjadinya perubahan dalam pemerintahan, terutama setelah Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari datang dari Mekkah. Ia sangat disegani oleh sultan karena kedalaman ilmunya. Kitab Sabilul Muhtadin yang ditulis atas permintaan sultan yang berkuasa pada saat itu dijadikan pedoman hukum meskipun masih terbatas dalam bidang-bidang tertentu, seperti hukum waris dan pernikahan.
Dengan kebijakan Syeikh al-Banjari, perlahan-lahan hukum islam masuk istana. Dalam masyarakat Banjar ajaran fiqh dari madzhab Syafi’i sangat berpengaruh sehingga menjadi hukum adat rakyat. Syeikh Al-Banjari juga mengusulkan kepada Sultan untuk membentuk Mahkamah Syari’ah, yakni suatu lembaga pengadilan agama, yang dipimpin oleh seorang mufti sebagai ketua hakim tertinggi pengawas pengadilan umum.
Dalam penyebaran dan islamisasi di Kalimantan juga dikenal peranan seorang ulama yang bernama Khatib Dayyan. Ia adalah seorang utusan dari Jawa, tepatnya Kerajaan Demak. Tujuan Sultan Demak mengirimnya adalah untuk mengislamkan orang Banjar.

E.     Kemunduran Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar mengalami kemajuaan sebagai dampak dari diaktikannya wilayah kerajaan ini sebagai pelabuhan bebas, tetapi sebaliknya kehadiran unsur asing didaerah itu juga dapat mengakibatkan perpecahan di kalangan istana. Kehadiran pihak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang ikut campur dalam urusan adat kerajaan adalah bukti bahwa unsur asing yang hadir dalam Kerajaan Banjar nantinya akan memunculkan perpercahan dikalangan istana. Keterlibatan unsur asing dalam urusan istana juga merupakan salah satu penyebab utama meletusnya perang antara Kerajaan Banjar dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Awal mulanya Kerajaan Banjar memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, akan tetapi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial dalam urasaan kerajaan mengakibatkan memanasnya hubungan diantara kedua belah pihak yang pada akhirnya akan menyebabkan pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam sejarah pertempuran tersebut dikenal sebagai “Perang Banjar”.
 Perlawanan Kerajaan Banjar berlangsung dalam dua tahap, yang pertama berlangsung dari tahun 1859-1863, sedangkan perlawanan tahap kedua berlangsung dari tahun 1863-1905. Peperangan yang berlangsung hampir setengah abad lamanya berakhir dengan kekalahan di pihak Kerajaan Banjar. Dengan terpatahkannya perlawanan rakyat Banjar pada tahun 1905, maka hal ini menandai runtuhnya era dari Kerajaan Banjar yang telah berdiri sejak tahun 1520.[15]




BAB III
KESIMPULAN

Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam pertama di Kalimantan. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu. Berdirinya Kerajaan Banjar karena adanya perebutan kekuasaan antara putera mahkota yang sah dengan pamannya, yang terkenal dengan “Hikayat Banjar”. Sultan pertama Kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah, yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan.
Budaya yang berkembang pada masa Kerajaan ini bercorak Islam. Karena pemerintah sendiripun sangat memberi perhatian kepada Islam dan hukum-hukumnya. Hukum-hukum Islam terbentuk atas bantuan ulama-ulama, yang terkenal yakni Syeikh al-Banjari. Kerajaan Banjar dari masa ke masa terus berkembang, tetapi masa kejayaan itu melemah dengan kedatangannya Belanda ke Kalimantan.  





















DAFTAR PUSTAKA

Zuhri, Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif, 1979.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997.
Yahya, M. Harun. Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera,1995.
Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Darmawijaya,. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010.



[1] Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: Al-Ma’arif, 1979), hlm. 386.
[2] Ibid, hlm. 389.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hlm. 220.
[4] M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI dan XVII (Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera,1995), hlm. 72.
[5] Saifuddin, Sejarah Kebangkitan, hlm. 392.
[6] Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 220.
[8] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), hlm. 160.
[10] Saifuddin, Sejarah Kebangkitan, hlm. 414.
[11] Yahya, Kerajaan Islam, hlm. 74.
[12] Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 55.
[13] Yahya, Kerajaan Islam, hlm. 76.
[14] Ibid, hlm. 79.